Menalar Dilema Etis Dalam Film Silence
DOI:
https://doi.org/10.46567/ijt.v6i1.19Kata Kunci:
Thomas Aquinas, Silence, Shusaku Endo, dilema etis, konflik Kierkegaardian, teori perintah ilahiAbstrak
Film Silence cukup mengundang respons dari orang-orang Kristen yang menontonnya. Selain karena film ini cukup menarik dalam menggambarkan perjuangan misionaris Jesuit di Jepang, ada pergumulan etis di dalamnya yang layak ditelaah secara mendalam. Misionaris Rodrigues dalam adegan paling klimaks di film diperhadapkan dengan sebuah dilema. Dia dipaksa menginjak fumie, sebuah papan tembaga bergambar Yesus Kristus, sebagai bentuk pemurtadan demi menyelamatkan lima orang sandera yang tersiksa dan menderita. Rodrigues harus memilih: murtad atau membiarkan orang mati. Dalam artikel ini, penulis mencoba menalar dilema etis yang dialami oleh Rodrigues, tanpa memberikan kesimpulan tentang pilihan etis mana yang sedang dia bela, demi membuka pikiran pembaca lebih lebar. Melalui sebuah penalaran pendahuluan tentang definisi dilema etis, penulis memberikan dua pertanyaan kunci terhadap keterhimpitan yang dialami oleh seorang pelaku moral. (α) Tuntutan moral mana yang lebih utama di antara yang lain? (β) Tindakan apa yang secara efektif dapat mewujudkan tuntutan moral tersebut? Dua pertanyaan itu menjadi parameter bagi tiga usulan pandangan. Di akhir, penulis juga memberikan usulan keempat yang dinamakan Kierkegaardian conflict dari seorang filsuf etika Philip L. Quinn, sebuah usulan yang tidak juga konklusif.
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License.